KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pada kesempatan ini
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pengaturan Sistem Tingkat dan Non
Tingkat“ tepat waktu. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat penulis ucapkan
banyak terimakasih kepada Ibu Dra. Djum Djum Noor
Benty, M.Pd. dan Ibu Rochmawati, S. Pd, M.Pd.
Makalah ini disusun dalam rangka
untuk memenuhi tugas kelompok. Dengan makalah ini mungkin dapat menambah
wawasan mengenai mata kuliah Manajemen Peserta Didik. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh kerena itu, penulis harapkan
untuk memberikan kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata dari penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Malang, 15 Maret 2020
halaman
A. Sistem Tingkat dan Tujuan Sistem Tingkat
B. Alasan dan Batasan Sistem Tingkat
C. Pertimbangan Kenaikan Tingkat
D. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tingkat
E. Remidi Bagi Peserta Didik yang Tidak Naik
Tingkat
F. Sebab – Sebab Peserta Didik Mengulang
Kelas
G. Pengertian dari Sistem Non Tingkat
H. Tujuan dari Sistem Non Tingkat
I. Kelebihan dan
Kekurangan Sistem Non tingkat
K. Penyelenggaraan
Sistem Akselerasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peserta
didik merupak an anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensinya melalui proses pembelajaran pada jalur
pendidikan, baik formal, informal, atau pun non formal, pada jenis pendidikan
dan pada jenjang pendidikan tertentu. dalam menunjang pengembangan potensial
yang ada pada diri peserta didik, tentu sekolah telah menyediakan sarana dan program
untuk mengembangkan potensi kemampuan peserta didik. Maka dari itu terdapat
sebuah manajemen peserta didik yang mengatur seluruh kegiatan peserta didik
mulai dari awal masuknya peserta didik hingga peserta didik tersebut lulus. Di
dalam manajemen peserta didik ini justru terdapat salah satu komponen yang
mengatur peserta didik dalam memberikan penghargaan kepada peserta didik yang
telah memenuhi syarat dan kriteria tertentu yaitu adalah sistem tingkat dan non
tingkat.
Sistem
tingkat dan non tingkat ini merupakan salah satu komponen dari manajemen
peserta didik yang merupakan suatu bentuk penghargaan kepada peserta didik yang
telah memenuhi syarat, kriteria, dan waktu tertentu yang diberikan dengan cara
berupa kenaikan satu tingkat ke jenjang yang lebih tinggi. sistem tingkat dan
non tingkat muncul atas dasar pemikiran pengajaran klasikal dan pengajaran
individual. Jika sistem tingkat mengarah pada pengajaran klasikal, maka sistem
non tingkat mengarah pada pengajaran individual. Sistem non tingkat muncul
karena rasa ketidakpuasan terhadap adanya sistem tingkat.
Adanya
pelayanan sistem tingkat dan non tingkat kepada peserta didik ini diharapkan
dapat mengoptimalkan perkembangan potensi terhadap peserta didik dalam sebuah
lembaga pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan tujuan dari
sistem tingkat?
2. Apa alasan dan batasan sistem
tingkat?
3. Bagaimana pertimbangan kenaikan
sistem tingkat?
4. Apa kelebihan dan kekurangan sistem
tingkat?
5. Apa saja program remidi peserta
didik yang tidak naik tingkat?
6. Apa sebab – sebab peserta didik
mengulang kelas?
7. Apa pengertian dari sistem non
tingkat?
8. Apa tujuan dari sistem non tingkat?
9. Apa saja kelebihan dan kekurangan
sistem non tingkat?
10. Bagaimana penyelenggaraan sistem
kredit semester kurikulum 2013?
11. Bagaimana penyelenggaraan sistem
akselerasi?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan tujuan
dari sistem tingkat.
2. Mengetahui alasan dan batasan sistem
tingkat
3. Mengetahui pertimbangan kenaikan
tingkat.
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan
sistem tingkat.
5. Mengetahui program remidi peserta
didik yang tidak naik tingkat.
6. Mengetahui sebab – sebab peserta
didik mengulang kelas.
7. Mengetahui pengertian dari sistem
non tingkat.
8. Mengetahui tujuan dari sistem non tingkat.
9. Mengetahui kelebihan dan kekurangan
sistem non tingkat.
10. Mengetahui penyelenggaraan sistem
kredit semester kurikulum 2013.
11. Mengetahui penyelenggaraan sistem
akselerasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Tingkat dan Tujuan Sistem Tingkat
Menurut
Imron dalam Kusumaningrum,
dkk (2019) sistem tingkat adalah suatu bentuk
penghargaan kepada peserta didik setelah memenuhi kriteria dan waktu tertentu
dalam bentuk naikan satu tingkat ke jenjang yang lebih tinggi. Kriteria mengacu
pada prestasi akademik dan prestasi lainnya, sedangkan waktu mengacu pada lama
peserta didik berada di tingkat tersebut. Sistem tingkat lebih condong ke arah
pelajaran klasikal karena memiliki pandangan adanya kesamaan peserta didik
dalam banyak hal. dari kesamaan tersebut mereka mendapatkan layanan pendidikan
yang sama di dalam kelas. Kesamaan yang ada pada peserta didik tersebut
menempatkan mereka pada tempat yang sama.
Dapat
disimpulkan bahwa sistem tingkat adalah sebuah penghargaan dalam bentuk naik
tingkat ke jenjang yang lebih tinggi karena telah memenuhi kriteria dan waktu
tertentu.
B. Alasan dan Batasan Sistem Tingkat
Menurut
Imron dalam Kusumaningrum,
dkk (2019) alasan diterapkannya sistem tingkat
selain adanya kesamaan adalah efisiensi pendidikan di sekolah tersebut. Jika
para peserta didik berada dalam keadaan sama, dilayani secara bersama - sama,
tidak efisien dari segi tenaga dan biayanya, jika dilayani secara individual. Oleh
karena itu, layanan secara sama dengan menggunakan sistem tingkat ini dianggap
lebih efisien dan lebih baik serta pemborosan biaya dan tenaga dapat ditekan.
Sekolah
di indonesia ada tiga tingkatan, yaitu sekolah dasar (6 tahun), sekolah
menengah pertama (3 tahun), dan sekolah menengah akhir (3 tahun). peserta didik
hanya boleh naik satu tingkat. kenaikan tingkat dikenal dengan istilah promosi
(promotion). Menurut Imron dalam Kusumaningrum,
dkk (2019) promosi terdiri dari promosi 100%, annual promotion, trial promotion, semi
annual promotion, special promotion, double promotion, dan subject promotion.
Promosi 100%
adalah kenaikan pangkat apabila seluruh anggota kelas naik tingkat secara
bersama - sama dan tidak ada yang tinggal kelas. annual promotion adalah
kenaikan pangkat pada peserta didik setiap tahun. trial promotion adalah
kenaikan tingkat percobaan apabila peserta didik mampu melanjutkan ke tingkat
selanjutnya maka dinaikkan, apabila tidak mampu maka akan diturunkan ke jenjang
sebelumnya. Semi annual promotion
adalah kenaikan setengah tahunan. kenaikan tingkat tahunan ini dilakukan setiap
setengah tahun sekali atau setiap satu semester. Special Promotion adalah kenaikan tingkat istimewa yang didapat
oleh peserta didik apabila mempunyai prestasi dibidang akademi. Double Promotion adalah kenaikan tingkat
ganda, kenaikan ini terdapat pada peserta didik yang menempuh pendidikan dengan
jalur akselerasi. Subject Promotion
adalah kenaikan tingkat hanya pada mata pelajaran tertentu. kenaikan tingkat
ini hanya berlaku pada sekolah yang menerapkan sistem kredit semester (SKS).
Dapat
didsimpulkan bahwa alasan dilakukannya sistem tingkat adalah lebih efisien
dalam penggunaan waktu dan tenaga karena seluruh peserta didik dapat dilayani
bersama – sama.
C. Pertimbangan Kenaikan Tingkat
Menurut
Imron
(2016) pertimbangan kenaikan tingkat ada
tiga yaitu:
1. Prestasi yang bersangkutan, Jika
peserta didik berada diatas rata-rata kelas maka ia layak dinaikkan. sebaliknya
kalau berada dibawah rata-rata kelas tidak dapat dinaikkan kecuali ada
pertimbangan tertentu yang memperbolehkan.
2. Waktu kenaikan tingkat, meskipun
peserta didik mempunyai kemampuan untuk dinaikkan, jika masa kenaikan tingkat
belum waktunya yang bersangkutan tidak mungkin dinaikkan sendiri.
3. Persyaratan administratif sekolah,
meskipun peserta didik mempunyai nilai yang bagus, tetapi jika absensinya
banyak dan tidak memenuhi syarat maka yang bersangkutan perlu dipertimbangkan
kenaikannya.
Menurut Tamin
(2016) pertimbangan atau penentuan
kenaikan tingkat atau kelas yaitu:
1. Kenaikan kelas dilaksanakan pada
setiap akhir semester pada setiap tingkatnya.
2. Kenaikan kelas didasarkan pada
penilaian hasil belajar pada semester genap, dimana jika peserta didik ada yang
belum tuntas nilainya berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) maka
sebaiknya mengejar ketertinggalan tersebut dengan cara remidi.
3. Peserta didik yang tidak naik kelas,
apabila yang bersangkutan tidak mencapai ketuntasan belajar minimal dari 3
pelajaran.
4. Suatu jenjang pendidikan bisa
meningkatkan kriteria kenaikan kelas atau tingkat sesuai dengan kebutuhan
sekolah tersebut melalui rapat dewan pendidikan.
Jadi, suatu
sekolah atau jenjang pendidikan dalam melakukan kenaikan tingkat harus
mempertimbangkan hal - hal tertentu untuk jadi pertimbangan peserta didik
dinyatakan naik kelas atau naik tingkat. Hal - hal tersebut yaitu dengan
melihat prestasi yang dimiliki peserta didik, waktu kenaikan kelas, persyaratan
administratif, dan berdasarkan nilai pada akhir semester.
D. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tingkat
Menurut Imron
(2016) kelebihan sistem tingkat adalah
sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan sebagai alat untuk
merekayasa belajar peserta didik.
2. Efisien, karena sistem tingkat
menggunakan sistem pembelajaran klasikal.
3. Rasa sosial peserta didik tetap
tinggi, karena mereka sama-sama mendapatkan materi pembelajaran yang sama di
tingkatnya.
4. Pengadministrasiannya mudah, karena
mereka berada dalam satu tingkat, mengambil program pendidikan yang sama.
Jadi, kelebihan sistem tingkat
adalah dapat dijadikan alat rekayasa belajar, efisien, jiwa sosial peserta
didik tinggi, dan mudah dalam pelaksanaan administrasi.
Adapun
kekurangan sistem tingkat menurut Imron
(2016) adalah sebagai berikut:
1. Peserta didik yang tidak naik
tingkat akan menghadapi persoalan-persoalan akademik dan psikologis.
2. Peserta didik yang pandai, tidak
sabar menunggu peserta didik lain yang kemampuannya lebih rendah. Sementara
peserta didik yang kemampuannya sangat rendah, merasa dipaksakan untuk
mengikuti peserta didik yang kemampuannya lebih tinggi.
3. Kurang adanya kompetisi di antara
peserta didik, sehingga tidak begitu baik dalam rangka menimbulkan semangat
kompetisi di antara peserta didik.
4. Hanya menguntungkan perkembangan
peserta didik yang menengah, karena merekalah yang menjadi ukuran pelaksanaan
proses belajar mengajar.
Jadi,
kelebihan sistem tingkat adalah dapat dijadikan alat rekayasa belajar, efisien,
jiwa sosial peserta didik tinggi, dan mudah dalam pelaksanaan administrasi.
Sedangkan kelemahannya adalah peserta didik yang tidak dapat naik tingkat akan
menghadapi masalah psikologis dan akademik, peserta didik yang pintar tidak
sabar menunggu peserta didik lain, kurangnya rasa kompetisi antar peserta
didik, dan hanya menguntungkan bagi peserta didik di tingkat menengah.
E.
Remidi Bagi Peserta Didik yang Tidak
Naik Tingkat
Menurut Imron
(2016) peserta didik yang tidak naik kelas
harus harus melakukan remidi baik secara akademik maupun psikologisnya. Tingkat
kecerdasan setiap orang berbeda-beda, ada peserta didik yang dapat mengerjakan
soal dengan cepat dan benar semua, ada peserta didik yang mengerjakan soal
dengan susah payah dan akhirnya remedial. Oleh sebab itu seorang guru harus
mengadakan program remidial bagi peserta didik yang nilainya kurang dari
standar sekolah tersebut. Menurut Sobri dalam Suryani
(2018) remidial adalah kegiatan atau
proses yang berhubungan dengan perbaikan. Saat melakukan remidial harus
dikerjakan dengan sungguh-sungguh agar hasilnya optimal.
Remidi
dibagi menjadi dua yaitu remidi secara akademik dan remidi secara psikologis. Remidi
secara akademik dibantu dengan cara mengenali penyebab mengapa peserta didik
tersebut tidak naik kelas, membantu merencanakan kegiatan belajarnya, dan
memberi latihan soal secara terus menerus untuk mendukung kegiatan belajarnya.
Adapun remidi secara psikologis dibantu dengan cara pemberian motivasi kepada
peserta didik.
Jadi, remidi bagi pesera
didik dibagi menjadi remidi secara akademik yaitu bantuan mengenali mengapa
peserta didik tidak naik kelas, dan remidi secara psikologis yaitu pemberian
motivasi kepada peserta didik.
F.
Sebab – Sebab Peserta
Didik Mengulang Kelas
Pengertian
siswa menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Terbaru (2009) adalah “murid”, terutama pada
tingkat sekolah dasar dan menengah. Kemudian pengertian tentang tinggal kelas
menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Terbaru (2009) adalah seseorang yang telah
tertinggal dengan teman lainnya, sehingga ia harus mengulang kelas dengan
teman-teman yang baru. Menurut Kusumaningrum
(2019) Mengulang kelas adalah proses
dimana peserta didik tidak dapat naik ke tingkat selanjutnya yang lebih tinggi
karena prestasinya di bawah standar dari sekolah yang ditetapkan. Menurut Amri,
dkk dalam Benedikta
(2016) penyebab peserta didik tidak naik
kelas atau mengulang adalah dari faktor diri sendiri, faktor dari luar yaitu
keluarga atau pun masyarakat, faktor pendekatan belajar, yaitu metode yang
digunakan dalam belajar, dan faktor ketunaan dalam diri mereka, seperti tuna
rungu, tuna netra, dan tuna daksa. Siswa yang tidak naik kelas harus mengulang
dan memperbaiki kembali pelajaran yang kurang dimengerti. Siswa yang tinggal
kelas atau pun mengulang kelas biasanya mengalami tekanan yang dapat
mengakibatkan stres karena akan mengulang kelas dengan teman-teman yang baru
dan memiliki umur yang relatif lebih muda.
Dijelaskan
kembali oleh Haqiqi, F. F (2018) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan siswa
tinggal kelas sebagaimana biasanya yaitu terdapat tiga faktor utama dalam
menentukan siswa tinggal kelas, yaitu: 1) siswa mencapai kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) lebih dari 3 bidang studi yaitu mata pelajaran yang diujian nasionalkan
seperti: Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa
Inggris. 2) tingkat kehadiran atau absensi. Siswa akan divonis tinggal kelas
manakala tingkat kehadirannya dalam satu tahun ajaran dibawah 75% dari jumlah
hari efektif, jadi jika seorang siswa mangkir sekolah lebih dari jumlah yang
sudah ditentukan maka kemungkinan besar dia akan tinggal kelas. 3) akhlak dan
moral. Kecerdasan dan kerajinan seorang siswa bersekolah tidak serta merta
menjamin dia naik kelas jika catatan akhlaknya buram. maksud dari buram ini
adalah perilaku siswa yang sudah diluar batas kewajaran seorang siswa. Jadi
apabila siswa dapat menghindar dari tiga poin diatas tentu sebuah kekhawatiran
yang tidak mempunyai alasan untuk tinggal kelas.
Kemudian
menurut Önder
(2016)“students
mostly explain failure with lack of support from parents (15.8%), lack of a
separate study room (27.5%), inability to understand what teacher tells
(18.7%), inability to ask questions to teachers in subjects he/she does not
understand (% 32.2), immediately forgetting what they learn (35.1%), no
interest in some courses (32.2%), unaware of good study methods (27.5%),
inability to spare time to study because of duties given by parents (17%),
thinking of other things while studying (22.2% ), inability to answer questions
in exams despite believing in learning the subject (26.3%), inability to take
good notes in class (18.1%) and the lack of friends to study together (15.2%)”.
Mengulang
kelas memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah memberi
kesempatan siswa untuk lebih memahami pelajaran yang kurang dimengerti,
mengatasi kesulitan dalam belajar, dan membantu siswa lebih baik lagi
kedepannya. Adapun dampak negatifnya adalah masalah psikologis siswa dan
stress. Oleh sebab itu tugas guru dan konselor membantu siswa dan memotivasi
siswa untuk menjadi lebih baik lagi.
Jadi, sebab
– sebab peserta didik mengulang diantaranya faktor diri sendiri, faktor dari
luar yaitu keluarga ataupun masyarakat, faktor pendekatan belajar yaitu metode
yang digunakan dalam belajar, dan faktor ketunaan dalam diri mereka seperti
tuna rungu, tuna netra, dan tuna daksa.
G.
Pengertian dari Sistem
Non Tingkat
Menurut
Imron dalam Gunawan
& Benty (2017) sistem non tingkat adalah meskipun
peserta didik dalam kondisi yang sama tetapi realitasnya tidak ada yang sama
persis. Sistem ini lebih menekankan pembelajaran individual. Sistem ini muncul
karena ketidakpuasan dengan adanya sistem tingkat.
Pada sistem
ini peserta didik dapat memprogramkan mata pelajaran yang sama, diajar oleh
guru yang sama, walaupun dari angkatan yang berbeda. Di sistem ini juga peserta
didik boleh memprogramkan sesuai bakat dan kemampuannya tanpa terpengaruh oleh
temannya. Dengan begitu ada peserta didik yang lulusnya cepat ataupun lama.
Jika peserta
didik dapat menyelesaikan program yang telah ditawarkan, maka yang bersangkutan
dianggap telah lulus. Sebaliknya jika
peserta didik tidak lulus dalam program tersebut, maka dianggap tidak lulus dan
harus mengulang program atau mata pelajaran tersebut. Sistem non tingkat ini
tidak menilai lulusnya peserta didik dari keseluruhan mata pelajaran, tetapi
diambil per mata pelajaran atau program studinya.
Jadi,
pengertian sistem non tingkat adalah program pembelajaran individual dengan
program mata pelajaran dan guru yang sama tetapi dengan angkatan yang berbeda.
H.
Tujuan dari Sistem Non Tingkat
Menurut Kusumaningrum (2019) sistem non tingkat lazim menggunakan pembelajaran
yang lebih individual. Sekelompok peserta didik pada sistem non tingkat yang
memprogramkan mata pelajaran yang sama, dikelompokkan ke dalam satu tempat yang
sama dan diajar oleh guru yang sama, meskipun mungkin peserta didik tersebut
berasal dari angkatan tahun yang berbeda. Peserta didik dipersilahkan mengambil
paket program yang tersedia sesuai dengan kemampuan dan kesempatan mereka
masing-masing tanpa terpengaruh oleh teman-temannya. Sehingga akan ada peserta
didik yang dapat menyelesaikan program yang sangat cepat, lambat, dan bahkan
ada yang sangat lambat.
Peserta didik dapat dikatakan lulus dari program
tersebut apabila telah menyelesaikan program yang telah ditawarkan. Sebaliknya
demikian pula apabila peserta didik tidak menyelesaikan program yang
ditawarkan, maka peserta didik dinyatakan belum lulus. Kelulusan tersebut dilihat dari per mata pelajaran, bukan dari
keseluruhan. Jika, pada mata pelajaran tertentu peserta didik belum dapat
dikuasai, ia harus mengulang mata pelajaran tersebut dan tidak akan mengulang
seperti pada sistem tingkat yang mengulang banyak mata pelajaran.
I. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Non tingkat
Menurut Imron
(2016) kelebihan sistem nontingkat adalah
peserta didik dapat mengambil paket program sesuai dengan kemampuannya, peserta
didik dapat berkembang seoptimal mungkin tanpa terhambat oleh peserta didik
lain, peserta didik yang pandai dapat menyelesaikan program studinya dengan
cepat lalu melanjutkan ke program studi yang lain, sedangkan yang lambat tidak
merasa dipaksa untuk segera lulus, dan melatih kemandirian peserta didik.
Sedangkan kelemahan sistem nontingkat adalah peserta didik lebih individual,
peserta didik harus menguasai program atau mata pelajaran prasyarat sebelum
mengambil mata pelajaran lainnya atau berikutnya, dan bisa jadi jika suatu
paket program yang ditawarkan tidak ada peserta didiknya, namun bisa jadi paket
itu terlalu banyak peserta didiknya, hal ini akan menyulitkan tenaga
pendidiknya maupun lainnya.
J.
Sistem Kredit Semester Kurikulum
2013
Sistem Kredit Semester (SKS) adalah sistem penyelenggaraan program
pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata
pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Beban belajar
setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam Satuan Kredit Semester (SKS).
Beban belajar 1 (satu) SKS meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam
penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri.
1.
Landasan dilaksanakannya sistem SKS di SMP/MTs, SMA/MA/SMK
landasan yang digunakan dalam sistem
SKS adalah:
a. Pasal 12 ayat 1 Undang - Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tertulis bahwa “Setiap
siswa pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan
sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dan menyelesaikan program pendidikan
sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari
ketentuan batas waktu yang ditetapkan.”
b. Pasal 38 ayat (2) Undang - Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota.”
c. Pasal 11 ayat (2) dan (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan
bahwa “Beban belajar SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada
jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit
semester.”
2. Konsep
Sistem Kredit Semester Menurut Kurikulum
2013
Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A
Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 mengenai pedoman umum
pembelajaran disebutkan bahwa konsep sistem kredit semester (SKS) adalah sistem penyelenggaraan program
pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata
pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Beban belajar
setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS).
Beban belajar 1 (satu) SKS meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam
penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri.
3. Prinsip - prinsip penyelenggaraan
Sistem SKS menurut Kurikulum 2013
Prinsip - prinsip yang digunakan
untuk penyelenggaraan sistem SKS di SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK adalah:
a. Siswa dapat menentukan sendiri beban
belajar dan mata pelajaran yang akan mereka ikuti di tiap semester sehingga
diharapkan akan dapat menyesuaikan dengan kemampuan, bakat, dan minat mereka
masing-masing.
b. Siswa dengan kemampuan dan kemauan
yang tinggi akan dapat mempercepat waktu penyelesaian studinya dibanding
periode belajar yang telah ditentukan tetapi dalam hal ini tetap harus
memperhatikan ketuntasan belajar mereka.
c. Siswa akan terdorong untuk
memberdayakan diri mereka masing-masing dalam proses belajar secara mandiri.
d. Siswa boleh memilih dan mengatur
strategi belajar secara lebih fleksibel.
e. Siswa akan mempunyai kesempatan
dalam menentukan kelompok peminatan, lintas minat, dan pendalaman minat, serta
mata pelajaran sesuai dengan potensi mereka masing-masing.
f.
Siswa boleh berpindah ke sekolah lain yang sejenis dan telah
menggunakan SKS dan semua kredit yang telah diambil dapat dipindahkan ke
sekolah yang baru (transfer kredit).
g. Sekolah harus menyediakan sumber
daya pendidikan yang lebih memadai baik secara teknis maupun secara
administratif.
h. Penjadwalan kegiatan pembelajaran
diusahakan sedemikian rupa agar dapat memberikan pemenuhan kebutuhan pada
pengembangan potensi siswa baik dalam pengetahuan, sikap, ataupun keterampilan.
i.
Guru memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan akademik siswa sesuai
dengan kemampuan, bakat, dan minat mereka masing-masing.
4. Persyaratan Penyelenggaraan
Sistem SKS Menurut Kurikulum 2013
Tidak semua sekolah SMP/MTs dan
SMA/MA/SMK dapat menggunakan sistem SKS. Sekolah yang dapat melakukan sistem
SKS harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
a.
Satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yang
terakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dapat
menyelenggarakan SKS.
b.
Penyelenggaraan SKS pada setiap satuan pendidikan dilakukan
dengan tetap mempertimbangkan ketuntasan minimal dalam pencapaian setiap
kompetensi.
5. Pihak -
Pihak yang Terlibat dalam Penyelenggaraan Sistem SKS Kurikulum 2013
Untuk menyelenggarakan sekolah
dengan sistem SKS maka diperlukan bantuan dari tenaga ahli, yaitu:
a. Pusat Kurikulum dan Perbukuan
membuat model-model penyelenggaraan SKS bagi satuan pendidikan.
b. Direktorat teknis persekolahan
membuat dan melaksanakan program pembinaan penerapan SKS di lapangan sehingga
sesuai dengan karakteristik pada masing-masing satuan pendidikan.
c. Dinas pendidikan provinsi dan
kabupaten/kota membuat dan melaksanakan program koordinasi dan supervisi dalam
penerapan SKS di setiap satuan pendidikan di wilayah kewenangannya
masing-masing.
K. Penyelenggaraan Sistem
Akselerasi
Pengertian akselerasi menurut Pressey dalam Maskanah (2013) adalah suatu kemajuan yang diperoleh
dalam program pengajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih
mudah dari pada konvensional. Dengan kata lain peserta didik dapat menyesuaikan
cara belajarnya lebih cepat dari siswa lainnya (siswa yang mengikuti prohram
regular).
Secara singkat akselerasi
mengandung pengertian:
a.
Sebagai
model pembelajaran yaitu lompat kelas, dimana peserta didik berbakat yang
memiliki kemmapuan unggul diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran pada
kelas yang lebih tinggi.
b.
Kurikulum
atau akselerasi program, menunjuk pada peringkasan program sehingga dapat
dijalankan waktu yang lebih cepat.
c.
Memperoleh
materi yang lebih dipercepat sesuai dengan kemampuan potensial siswa.
Terdapat
pula manfaat dari program akselerasi menurut Southern dan Jones dalam Maskanah
(2013) menyebutkan beberapa keuntungan
dari dijalankannya program akselerasi bagi anak berbakat diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Meningkatkan efesiensi, yakni siswa
yang telah siap dengan bahan-bahan pengajaran dan menguasai kurikulum pada
tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih efisien.
b. Meningkatkan efektivitas, yakni
siswa yang terikat belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan dan menguasai
keterampilan-keterampilan sebelumnya merupakan siswa yang paling efektif.
c. Penghargaan, yaitu siswa yang telah
mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya memperoleh pemghargaan atas
prestasi yang dicapainya.
d. Meningkatkan waktu untuk karier,
adalah adanya pengurangan waktu belajar akan meningkatkan produktivitas siswa,
penghasilan, dan kehidupan pribadinya pada waktu yang lain.
e. Membuka siswa, pada kelompok
barunya, dengan program akselerasi siswa dimungkinkan untuk bergabung dengan
siwa yang lain yang memiliki kemampuan intelektual dan akademis yang sama.
f.
Eknomis, yaitu keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu
mengeluarkan namyak biaya untuk mendidik guru khusus anak berbakat.
Adapula
tujuan dari diadakannya program akselerasi secara umum menurut Hawadi dalam Rahmadani
(2014) yaitu:
a. Memberikan pelayanna terhadap
peserta didik yang memiliki karakteristik khusus dari aspek kognitifnya dan
afektifnya.
b. Memenuhi hak asasinya selaku peserta
didik sesuai dengan kebutuhan pendidikan dirinya.
c. Memenuhi minat intelektual dan
perspektif masa depan peserta didik.
d. Menyiapkan peserta diidk menjadi
pemimpin masa depan.
Sementara itu, program akselerasi
memiliki tujuan khusus, yaitu:
a. Menghargai peserta didik yang
memiliki kemmapuan dan kecerdasan luar biasa untuk menyelesaikan pendidikan
lebih cepat.
b. Memacu kualitas atau mutu siswa
dalam meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional secara
berimbang.
c. Meningkatkan efektivitas dan
efisiensi proses pembelajaran peserta didik.
Dalam proses
pembelajaran di kelas terdapat 3 kelompok peserta didik yaitu memiliki
kecerdasan di bawah rata - rata, kemampuan rata - rata, dan kemampuan di atas
rata - rata. Pada dasarnya tingkat kecerdasan setiap orang berbeda - beda
sesuai kemampuan yang diperoleh. Bagi siswa yang mempunyai kemampuan dan
kecerdasan rata - rata diberikan pelayanan pendidikan yang mengacu pada
kurikulum. Sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan di bawah rata - rata diberikan
remedial sedangkan peserta didik yang mempunyai kemampuan di atas rata - rata
diberikan pelayanan berupa percepatan program pembelajaran (akselerasi).
Peserta didik yang biasanya mengerjakan soal sekitar 50 menit bisa saja menjadi
35 menit. Berdasarkan pada kemampuan intelegensi, Gagne dalam Estiastuti
(2008) membagi kecerdasan istimewa menjadi
empat tingkat. Masing-masing tingkat memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
sebagaimana penjelasan berikut:
a. Basically gifted yaitu berada pada taraf +1SD diatas
rerata, atau ekuivalen dengan IQ sekitar 112/115, kelompok ini kira-kira
berjumlah 15-20%, atau dengan rasio 1 banding 5 atau 6.
b.
Moderatly gifted mempunyai IQ berada pada +2SD di
atas rerata atau dengan IQ sekita 12/130, jumahnya kurang lebih 2-4% dari
populasi.
c.
Highly gifted yaitu mereka yang tingkat
intelegensinya berada +3SD di atas rerata atau IQ kurang lebih 140-145, jumlah
sekitar 0,01-0,003% atau 1 banding 300.
d.
Extremely gifted yaitu +4SD, dengan ekuivalen IQ
sekitar 155-160, jumlah sekitar 1 banding 10.000.
Program
percepatan belajar mulai dicanangkan tahun 2000 oleh Menteri Pendidikan
Nasional sebagai salah satu program pendidikan nasional peserta didik yang
mempunyai bakat intelektual yang lebih. Menurut Manuhutu (2015) program
akselerasi adalah pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan
kecerdasan siswa berdasarkan kurikulum yang berdiversifikasi, yaitu kurikulum
dengan menggabungkan alokasi waktu dengan percepatan belajar peserta didik.
Dengan adanya sistem akselerasi ini peserta didik dapat menyelesaikan studi
dengan cepat dan melanjutkan ke jenjang berikutnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem tingkat adalah sebuah
penghargaan dalam bentuk naik tingkat ke jenjang yang lebih tinggi karena telah
memenuhi kriteria dan waktu tertentu. Alasan dilakukannya sistem tingkat adalah
lebih efisien dalam penggunaan waktu dan tenaga karena seluruh peserta didik
dapat dilayani bersama – sama. Suatu sekolah atau jenjang pendidikan dalam
melakukan kenaikan tingkat harus mempertimbangkan prestasi yang dimiliki
peserta didik, waktu kenaikan kelas, persyaratan administratif, dan berdasarkan
nilai pada akhir semester.
Remidi bagi pesera didik dibagi menjadi remidi secara
akademik dan remidi secara psikologis. Mengulang kelas adalah proses dimana
peserta didik tidak dapat naik ke tingkat selanjutnya yang lebih tinggi karena
prestasinya di bawah standar dari sekolah yang ditetapkan
Sistem non tingkat adalah meskipun
peserta didik dalam kondisi yang sama tetapi realitasnya tidak ada yang sama
persis. Sekelompok
peserta didik pada sistem non tingkat yang memprogramkan mata pelajaran yang
sama, dikelompokkan ke dalam satu tempat yang sama dan diajar oleh guru yang
sama, meskipun mungkin peserta didik tersebut berasal dari angkatan tahun yang
berbeda.
Kelebihan sistem nontingkat adalah peserta didik dapat mengambil paket program
sesuai dengan kemampuannya, kelemahan sistem nontingkat adalah peserta didik
lebih individual. Sistem Kredit Semester
(SKS) adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya
menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap
semester pada satuan pendidikan. Sistem
akselerasi adalah peserta didik dapat menyesuaikan cara belajarnya lebih cepat
dari siswa lainnya (siswa yang mengikuti program regular).
DAFTAR RUJUKAN
Benedikta., Yuliene.,
Lestari, S. 2016. “Studi Kasus Peserta Didik Yang Tidak Naik Kelas Di Kelas X B
SMA Panca Bakti Pontianak.” Junal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa
5: 2. (Online), (http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/17573.
Diakses 7 Februari 2020).
Estiastuti, A. 2008. “Manajemen Pembelajaran Program
Akselerasi (Studi Kasus Di Sd Negeri Sompok Semarang.” Jurnal Universitas
Negeri Semarang. (Online), (https://lib.unnes.ac.id/16734/), diakses 13 Maret 2020.
Gunawan, I & Benty, D. D. N. 2017. Manajemen Pendidikan: Suatu Pengantar Praktik. Bandung: Alfabeta.
Haqiqi, F. F. 2018. Strategi
Koping Pada Siswa yang Tinggal Kelas. Skripsi tidak diterbitkan.
Jogjakarta: Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Imron, A. 2016. Manajemen
Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia. 2009. Jakarta: PT Media Pustaka Phoenix.
Kusumaningrum, D.E., Benty, D.D.N., & Gunawan, I. 2019. Manajemen Peserta Didik. Depok:
Rajawali Persada.
Manuhutu, S. 2015. “Analisis
Motivasi Belajar Internal Siswa Program Akselerasi Kelas VIII Smp Negeri 6
Ambon.” PROMOSI (Jurnal Pendidikan Ekonomi) 3(1): 104–15. (Online), (http://ojs.fkip.ummetro.ac.id/index.php/ekonomi/article/view/147,
diakses 13 Maret 2020).
Masknah, S. 2013. Pengadaan
Program Akselerasi. Dari https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://lib.unnes.ac.id/16734/1/1103506013.pdf&ved=2ahUKEwjnhtbZzZfoAhVp7XMBHZ2qA7YQFjACegQIAhAB&usg=AOvVaw3RJxO8fAfUbRmJWe8QhsS0. Diakses, 13 Maret 2020
Onder, E. 2016. “Causes of School Failure From Teacher and
Student’s Perspective”. International Journal on New 9-22.
(Online), (https://pdfs.semanticsscholar.org/68ce/45c17f7c0231e03362c9ab7507a75ed5ac0b.pdf, diakses 9 Februari 2020).
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Luk Staff UGM, (Online). (https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bnsp/Permendikbud81A-2013ImplementasiK13Lengkap.pdf), diakses 9 Februari 2020
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kemenag, (online). (https://kemenag.go.id/file/dokumen/PP1905.pdf), diakses 9 Februari 2020).
Rahmadani, C. S. M. 2014. “Hubungan Antara Sense Of Humor
Dengan Stress Akademik Pada Siswa Kelas Akselerasi SMA Negeri 1 Bireun.” Jurnal
Universitas Medan Area. (Online), (http://repository.uma.ac.id/handle/123456789/873,
diakses 13 Maret 2020).
Suryani, L. 2018. “Peningkatan Hasil Belajar Berpidato
Melalui Program remedial Intensif Kelas IXG SMP Negeri 14 Madiun”. Jurnal Refleksi Pembelajaran 3 (1).
(Online), (https://www.ejurnalkotamadiun.org/index.php/JRP/article/view/25. diakses, 7 Februari 2020).
Tamin, R. 2016. “Sistem
Pendukung Keputusan Kenaikan Kelas (Studi Kasus Sdn 060 Pekkabata Kabupaten
Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat).” Pepatudzu: Media Pendidikan dan
Sosial Kemasyarakatan 10(1): 39–46. (Online), (http://journal.lppm-unasman.ac.id/index.php/pepatudzu/article/view/37,
diakses 13 Maret 2020).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar